Recent Articles

Senin, 05 Maret 2012

Makanan Rendah Glikemik untuk Anak


MAKANAN dengan indeks glikemik (IG) tinggi dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif hingga berdampak pada kemampuan belajar dan perkembangan emosional anak.

Penelitian yang dilakukan oleh J Brand-Miller dan F Atkinson dari University of Sidney, NSW Australia pada 2011 terhadap 7 jenis produk susu pertumbuhan anak, mengungkap bahwa produk yang memiliki kandungan gula tambahan memiliki indeks glikemik (GI) yang lebih tinggi, yakni mulai dari 55 hingga 69. Sementara produk susu yang termasuk dalam kategori rendah GI adalah 55.

Mengapa GI menjadi patokan yang penting? Dijawab DR dr Fiastuti Witjaksono MSc MS SpGK, GI merupakan angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan. GI adalah salah satu perangkat yang bermanfaat guna memperoleh gambaran mengenai dampak makanan karbohidrat terhadap respons glikemik postprandial/setelah makan, sekresi induslin, dan mempermudah untuk mendeteksi risiko penyakit dan perkembangan kognitif pada anak-anak.

“Semakin tinggi indeks glikemik makanan, semakin cepat dia membuat gula darah naik. Namun, dalam waktu cepat gula darah akan cepat pula turun sehingga perut lebih cepat lapar,” kata Fiastuti dari Departemen Ilmu Gizi FKUI/RSCM.

Sebaliknya, makanan dengan GI rendah juga menunjukkan beban glikemik rendah dan secara bertahap melepaskan energi dalam tubuh dalam jangka waktu yang cukup lama. Singkat kata,makanan dengan GI tinggi cepat membuat kenyang, namun cepat pula membuat lapar. Sementara makanan dengan GI rendah, tidak langsung membuat perut terasa kenyang, namun lebih lama membuat perut baru terasa lapar.

Makanan dengan indeks glikemik yang rendah menunjukkan makanan yang mengandung karbohidrat yang melepaskan glukosa secara perlahan-lahan ke dalam aliran darah. Contohnya adalah karbohidrat kompleks serta makanan yang kaya akan serat. Makanan dengan kandungan karbohidrat yang nilai indeks glikemik tinggi seperti gula, tepung-tepungan, dan berbagai jenis gula lain, termasuk madu, bila dikonsumsi terlalu sering bisa memicu kegemukan. Karbohidrat atau gula yang kita asup akan cepat direspons oleh insulin untuk diubah menjadi energi.

Namun, energi yang tidak terpakai itu akan disimpan sebagai lemak. Terlalu sering mengasup makanan yang mengandung indeks glikemik tinggi juga akan membuat pankreas kelelahan karena insulin harus terus dikeluarkan. Kalau sudah begini, kadar gula darah akan terus tinggi sehingga bisa memicu diabetes melitus tipe 2.

“Sebagai risiko, orang bisa mengidap penyakit jantung koroner bukan pada usia paruh baya, tapi bisa terjadi sejak dini,” ujar Prof dr Jose Rizal Latief Batubara SpA(K) PhD.

Hal ini yang kurang disadari oleh banyak orang tua sehingga merasa lebih senang melihat anaknya tumbuh gemuk karena menganggap sehat. Anak pun setiap hari dicekoki makanan berlemak yang memicunya mengalami obesitas. Menurut guru besar Endokrin Anak FKUI/RSCM ini, 14 persen anak Indonesia terserang obesitas. Ini berdasarkan Riskesdas 2010, khususnya di wilayah Jakarta, angka anak obesitas lebih tinggi ketimbang daerah lain, terutama di sekolah-sekolah swasta premium.

Anggapan gemuk lambang kemakmuran terbukti masih dipegang oleh orang Indonesia. Berbanding terbalik dengan di negara maju. Di Amerika Serikat contohnya, obesitas justru melanda anak-anak dari golongan ekonomi lemah. Jose mengatakan, hal ini tentu harus segera ditindak. Selain diabetes, obesitas bisa memicu hipertensi, gangguan kardiovaskular, kelainan ginjal, otot mudah lelah, dan efek mental terhadap anak bersangkutan, yakni menjadi depresi karena di-bully temannya.

Di balik itu semua, GI tinggi rupanya juga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Di antaranya memicu kebiasaan makan berlebih dan penambahan berat badan yang tidak sehat, merusak kualitas tidur, bagi balita akan berdampak pada pertumbuhannya, serta bagi anak-anak akan berimbas pada kemampuan belajar dan perkembangan emosionalnya. Di lain pihak, bila anak dibiasakan makan makanan dengan GI rendah, akan membantu mereka memelihara konsentrasi dan atensi sepanjang hari.

Di samping itu, pelepasan energi pun akan dilakukan secara bertahap sehingga tidak mudah membuat anak merasa lapar. Jose menyarankan orang tua memperhatikan asupan makanan anak. Berikan anak makanan dengan lengkap yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan sebagainya. Ajarkan anak untuk makan makanan bervariasi karena tidak ada satupun makanan yang sempurna. Jangan lupa mengenalkan buah dan sayuran sejak dini

0 komentar:

Posting Komentar